Mohammad Natsir, Perdana Menteri Era Soekarno |
KONVENSI CAPRES PBB -- Indonesia pernah punya ulama sekaligus politisi ulung di kancah dunia. Dia adalah Mohammad Natsir, pernah menjabat perdana menteri dan menteri era Soekarno.
Perannya besar, melalui Mosi Integral Natsir, yakni mengembalikan Indonesia dari Republik Indonesia Serikat (RIS) menjadi Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) dan bertahan sampai saat ini.
Seiring perkembangan zaman, M Natsir yang pendiri Partai Masyumi ini mulai terlupakan, khususnya di kalangan generasi muda. Atas dasar itu, Dewan Dakwah Islamiyah Indonesia (DDII), membedah gagasan dan pemikirannya dalam seminar interaktif 'Mosi Integral Natsir, Kembalinya Indonesia menjadi NKRI', di Kantor DPD RI Perwakilan DIY di Yogyakarta, Rabu malam (3/4).
Mohammad Natsir menteri yang tidak punya baju bagus, tidak punya rumah dan menolak diberi hadiah mobil bagus.
Dosen UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta Khamim Zarkasih Putro dalam seminar tersebut mengatakan, saat ini sangat sulit menemukan politisi Indonesia seperti M Natsir.
"Pemikirannya otentik, idealis, agamis dan nasionalis. Mosi integral Natsir yang mengembalikan dari RIS ke NKRI adalah buktinya," kata dia.
Menurut dia, M. Natsir juga sosok sederhana meski menyandang pejabat negara. Sejumlah referensi menyebutkan, M Natsir merupakan menteri yang tidak punya baju bagus, tidak punya rumah dan menolak diberi hadiah mobil bagus.
M Natsir lahir pada 17 Juli 1908 di Solok, Sumatera Barat. Di dunia internasional, M Natsir menjabat sebagai Presiden Liga Muslim se-Dunia dan Ketua Dewan Masjid se-Dunia. Di kancah domestik, bidang politik, mendirikan Partai Masyumi. Di bidang dakwah dan sosial kemasyarakatan mendirikan DDII.
M Natsir sering menuangkan gagasan dan pemikirannya dalam tulisan. Sepanjang hayatnya sudah menulis 45 buku dan ratusan karya tulis yang dipublikasikan dalam Bahasa Indonesia dan Belanda. Pada 6 September 1950, M Natsir diangkat sebagai perdana menteri. Jabatan lainnya seperti Menteri Penerangan RI. Pada 10 November 2008, M Natsir diangkat sebagai pahlawan nasional Indonesia.
Wakil Ketua DDII DIY Eri Masruri mengatakan, sosok M Natsir patut diteladani generasi muda saat ini. Terlebih dengan isu-isu kekinian tentang hubungan Islam dan negara, dalam konteks ini adalah NKRI.
"Kaum milenial perlu menengok sejarah. Saat ini ada fenomena generasi milenial enggan mengkaji sejarah,” katanya.
Dia menilai, generasi muda yang enggan belajar sejarah para tokoh, termasuk peran tentang M Natsir karena sejumlah hal. Antara lain kondisi kekinian, di mana peran umat Islam bagi Indonesia sengaja ditutup-tutupi, namun begitu muncul seolah-olah dipertanyakan.
"Akhir-akhir ini Islam distigma berkurang keindonesiaannya," kata dia.
Menurut dia, stigma terhadap Islam semakin kentara di tengah-tengah masyarakat. "Contohnya, dulu warga di kampung melihat orang berjubah dan berjenggot itu biasa saja. Sekarang memandangnya lebih dalam, menjurus ideologi seperti khilafah," tegasnya.
Padahal, kata dia, Islam di Indonesia tidak mengenal ideologi yang fundamentalis. Para pendiri bangsa, termasuk M Natsir sudah mengajarkan bagaimana Islam menjadi penyangga NKRI, bukan sebaliknya. "Ini yang perlu diteladani dari M Natsir, bagaimana Islam berperan dalam merawat NKRI," ungkapnya.
DDII sebagai organisasi bentukan M Natsir mengimbau kepada umat Islam, khususnya politisi muslim bersikap dewasa. "Yang terpenting lagi, Islam tidak boleh menari di atas genderang yang ditabuh orang lain. Awalnya hanya mainan politik tapi sekarang sudah kebablasan. Kita memerlukan kedewasaan," ujarnya.
Riset dan Literasi Pemuda DDII DIY M Dalton Fiisabilillah mengatakan, Indonesia sangat beruntung memiiki tokoh Islam besar bernama Natsir. "Pikiran dan ide-idenya tentang umat dan bangsa masih sangat relevan diaplikasikan pada masa kini," ungkapnya.
Kesederhanaan M Natsir patut dicontoh generasi muda. Tokoh kemerdekaan Haji Agus Salim pernah berujar, sosok M Natsir penuh kesederhanaan. Penampilan dan caranya berpakaian tidak menunjukkan ketokohannya sebagai seorang menteri. (sumber)
0 Komentar